Garuda Klaim Sudah Bayar Denda ke OJK dan Bursa
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Fuad Rizal mengatakan manajemen sudah memenuhi sanksi administrasi yang diberikan OJK berupa denda sebesar Rp100 juta untuk masing-masing direksi, Rp100 juta untuk komisaris, serta Rp100 juta atas nama perusahaan.
Denda ini sebagai pengakuan perusahaan yang terbukti melanggar Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang laporan Tahunan Emiten dan Perusahaan Publik.
Kemudian, perusahaan juga telah memenuhi kewajiban denda dari BEI sebesar Rp250 juta atas penyajian laporan keuangan kuartal I 2019. "Sanksi administrasi dan denda sudah kami penuhi," tegas Fuad, Jumat (26/7).
Ia melanjutkan perusahaan juga sudah memenuhi kewajiban dari BEI dan OJK untuk menyajikan kembali (restatement) laporan keuangan tahun 2018. Laporan tersebut juga telah dirilis, di mana perusahaan mengubah posisi laba bersih sebesar US$5 juta menjadi rugi bersih sebesar US$175 juta.
Tak lupa, manajemen juga telah mengadakan paparan publik terkait restatement laporan keuangan ini berdasarkan permintaan BEI. "Jadi, intinya per hari ini semua ketentuan sudah kami penuhi dan kami akan kirimkan surat ke lembaga terkait tentang pemenuhan kewajiban ini," imbuh Fuad.
Terakhir, Rizal mengatakan perusahaan juga telah membatalkan kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi sesuai dengan permintaan BPK. Dalam hal ini, Garuda Indonesia telah meminta PT Citilink Indonesia telah membatalkan kontrak kerja sama bernilai US$239,9 juta tersebut.
Menurut dia, awal mula kerja sama ini bermula ketika perusahaan ingin mengerek pendapatan lain-lain (auxiliary revenue), selain pendapatan operasional. Sebab, ia mengaku pendapatan lain-lain perusahaan sebesar 5 persen dari total pendapatan terbilang mini dibanding kinerja maskapai lainnya yang mencapai 15 persen.
Apalagi, pendapatan lain-lain yang terkait dengan operasi penerbangan baru sebatas penyediaan jaringan wi-fi di dalam pesawat, yang disebutnya cukup mahal. Makanya, perusahaan tertarik dengan kerja sama penyediaan in-flight entertainment, di mana perusahan tidak perlu merogoh uang investasi.
"Tapi kini rekomendasi BPK sudah kami laksanakan, dan kini kami membuka kesempatan in-flight entertainment dengan pihak lain. Kami terbuka dengan semua opsi business model, namun kami kini akan lebih hati-hati," imbuh.
Sebelumnya, Garuda Indonesia dihujani sanksi karena setelah kedapatan mempercantik laporan keuangan 2018. Hal ini terkuak setelah dua komisaris Garuda Indonesia, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria menolak untuk menandatangani laporan keuangan 2018.
[Gambas:Video CNN]
Keduanya memiliki perbedaan pendapat terkait pencatatan transaksi dengan Mahata senilai US$239,94 juta pada pos pendapatan. Pasalnya, belum ada pembayaran yang masuk dari Mahata hingga akhir 2018.
Namun, manajemen tetap menuliskannya sebagai pendapatan, sehingga secara akuntansi Garuda Indonesia menorehkan laba bersih dari sebelumnya yang merugi sebesar US$216,58 juta.
(glh/bir)
No comments:
Post a Comment